Jagalah Lisanmu

10 03 2009

new1a

Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terlimpah kepada kita tiada terbilang hingga kita tidak mampu menghitungnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوهَا

“Dan jika kalian ingin menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya.” (Ibrahim: 34)

Dia Yang Maha Suci juga berfirman:

وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً

“Dan Dia telah mencurahkan nikmat-Nya yang lahir dan yang batin kepada kalian.” (Luqman: 20)
Di antara sekian banyak nikmat-Nya adalah lisan atau lidah yang dengannya seorang hamba dapat mengungkapkan keinginan jiwanya.

أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ. وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ

“Bukankah Kami telah menjadikan untuknya dua mata, lisan, dan dua bibir?” (Al-Balad: 8-9)
Dengan lisan ini, seorang hamba dapat terangkat derajatnya dengan beroleh kebaikan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Baca entri selengkapnya »





HAMAS Menipu Umat !!!

27 02 2009

new1a

Oleh:   Abu Shofiyah

Telah kita ketahui bersama bahwa akibat serangan brutal Israel ke daerah Gaza pada awal Muharram 1430 atau akhir Desember 2008 selama 3 pekan itu telah merenggut lebih dari 1.300 jiwa korban meninggal -semoga Alloh merahmati dan mengampuni mereka semua- kaum muslimin baik dari kalangan anak-anak, wanita, para pemuda dan orang tua yang kebanyakan dari mereka adalah BUKAN anggota HAMAS!!!

Baca entri selengkapnya »





Rokok itu Haram…!!!

2 02 2009

new1a

Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memang rokok itu belum ada, namun sesungguhnya Islam datang dengan pokok yang umum, mengharamkan segala sesuatu yang membahayakan tubuh, mengganggu orang di dekatnya, atau menyia-nyiakan harta. Inilah dalil-dalil yang menunjukkan hukum rokok.

1. Allah ta’ala berfirman,

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (Al-A’raf: 157).

Dan rokok merupakan perkara buruk yang memudharatkan dan baunya pun busuk. Baca entri selengkapnya »





Bagaimana Cara Meruqyah yang Benar?

2 02 2009

new1a

Oleh: Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali

Pertanyaan:
Yang mulia, guru dan orang tua kami, Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafidzakumullah! Di tengah kami ada seorang peruqyah memerintahkan wanita yang kerasukan agar meletakkan minyak wangi misik di kemaluan, dubur, kedua puting payudara, dan dua bibir.

Dia berpandangan bahwa tata cara ini bisa mencegah dari persetubuhan jin yang sedang merasukinya. Menurutnya, hal ini telah teruji dengan pengalaman. Apakah perbuatannya ini benar? Berilah kami penjelasan, semoga Allah memberkahi anda.

Jawab:
Dengan nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Segala puji bagi Allah, dan semoga shalawat dan salam tercurahkan atas Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan siapa saja yang mengambil hidayah dengan petunjuknya.

Baca entri selengkapnya »





Takut kepada Allah `Azza wa Jalla

2 02 2009

new1a

Al-Ustadz Ahmad Hamdani Ibnu Muslim

Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu-:

Kalian dalam perjalanan malam dan siang, umur-umur berkurang, amal-amal tercatat serta kematian datang dengan tiba-tiba. Siapa yang menanam kebaikan akan segera menuai kesenangan, siapa yang menanam kejelekan akan segera menuai penyesalan. Setiap penanam akan mendapatkan apa yang ditanam. Yang menjadi bagiannya tidak akan meleset darinya, dan ketamakan tidak akan meraih apa yang ditakdirkan. Siapa yang memberi kebaikan maka Allah –Subhanahu wa Ta’ala- akan memberinya kebaikan dan siapa yang menjaga diri dari kejelekan maka Allah –Subhanahu wa Ta’ala- akan menjaganya. Orang-orang yang bertaqwa adalah pemimpin, ahli fiqih adalah penuntun, dan duduk bersama mereka adalah tambahan (ilmu). (Siyar A’lamin Nubala, 1/497)

Baca entri selengkapnya »





Ketika Kebosanan Menyapa

30 01 2009

new1a

Pertanyaan :

Assalamu’alaikum ya ustadz Mohon bimbingannya, ustadz. Saya sedang mengalami ‘krisis’ perkawinan. Sebenarnya tidak ada masalah di antara saya dan pasangan. Tapi…kadang saya merasa jenuh dengan pernikahan kami. Hingga suatu saat saya bertemu dengan teman lama saya. Kami sering bincang2 memakai segala fasilitas teknologi yg ada sekarang ini. Sebenarnya tidak ada apa2 diantara kami (saya dan teman saya itu). Karena diapun sudah berkeluarga, seperti saya. Tapi pada akhirnya, kadang, terselip juga rasa “yang lain” terhadapnya. Saya tidak mau menghianati suami saya, juga tidak ingin meninggalkannya. Tapi saya juga suka dengan teman saya itu (diapun sedang mengalami krisis perkawinan, seperti saya. Dan merasakan hal yg sama dengan yg saya rasakan).

Baca entri selengkapnya »





Tahdzir Ulama atas Ali Hasan Al Halabi yang Menyimpang..!!

24 01 2009

new1a

Syaikh Ahmad Baazmul mentahdzir buku baru Ali Hasan Al Halabi

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على المبعوث رحمة للعالمين ،
وعلى آله وصحبه الطيبين الطاهرين

Selamatkan agama Anda dan ilmu Anda serta Manhaj Anda, agar (Ali bin Abdul Hamid) Al Halabi tidak dapat merusak agama Anda, sebagaimana dia telah merusak agama selain engkau” !

Pada tanggal 11 January  2009 M pukul 06.07 PM, Syaikh Ahmad Ibn ‘Umar Baazmul – semoga Allah menjaganya – menulis di Sahab.net [1]:

“Maka saya menasehatkan semua saudara-saudara Salafy kita di seluruh dunia untuk beramal sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ ؟ قال لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ ولائمة الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ”.

(Artinya) :
“Agama adalah nasehat.” Kami berkata, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan bagi para pemimpin umat Islam dan seluruh kaum muslimin.” (Diriwayatkan oleh Muslim no 55)

Baca entri selengkapnya »





Definisi Iman

20 01 2009

new1a

Oleh: al-Ustadz  Abu Muawiah

Definisi Iman

Iman secara etimologi bermakna pembenaran yang bersifat khusus, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala, “Dan tidaklah engkau akan beriman (membenarkan) kami walaupun kami adalah orang-orang yang jujur.” (QS. Yusuf: 17)
Ucapan kami ‘yang bersifat khusus’ maknanya adalah pembenaran yang sempurna dengan hati, yang melazimkan lahirnya amalan-amalan hati dan anggota tubuh. Hal ini disebutkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin dalam Syarh Al-Arbaun dan Asy-Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi dalam Syarh Ath-Thahawiah.
Adapun secara terminologi, maka iman adalah: (1)Pengucapan dengan lisan, (2)keyakinan dengan hati, (3)pengamalan dengan anggota tubuh, (4)bertambah dengan melaksanaan ketaatan dan (5)berkurang dengan melaksanakan kemaksiatan. Inilah definisi iman di sisi para ulama kaum muslimin. Inilah kelima syarat atau rukun keimanan
Berikut penjelasan ringkas dari lima perkara di atas:

Baca entri selengkapnya »





Larangan Berdusta

17 01 2009

Dinukil dari kitab Riyadhus Shalihin lil Imam An Nawawi Rahimahullahu Ta’ala, dalam bab “tahrimu Kadziba (Larangan Berdusta)”. Semoga bermanfaat.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (al-lsra’: 36)

Allah Ta’ala juga berfirman:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Baca entri selengkapnya »





MENUJU KEMENANGAN DAN KEJAYAAN KAUM MUSLIMIN

17 01 2009

new1a

Bingkisan Untuk Kaum Muslimin Palestina

Nasehat Emas dari Dua Mujaddid Besar Masa Ini

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani
dalam risalahnya Fiqhul Waqi’ hal 48-50 menjelaskan :

“Sesungguhnya sebab mendasar kehinaan kaum muslimin ialah :

a. Kebodohan mereka tentang syari’at Islam yang Allah turunkan kepada hati Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam .

b. Mayoritas kaum muslimin telah mengetahui hukum-hukum Islam dalam sebagian urusan mereka, namun mereka tidak mau mengamalkan

Dengan demikian, kunci kembalinya kemuliaan Islam ialah dengan mempraktekkan ilmu yang bermanfaat dan mengerjakan amal shalih. Ini adalah masalah besar yang tidak mungkin dicapai oleh kaum muslimin melainkan dengan menerapkan manhaj At-Tashfiyyah (pembersihan) dan At-Tarbiyyah (pendidikan). Dua hal ini adalah dua kewajiban yang sangat penting dan sangat agung kedudukannya.

Baca entri selengkapnya »





PEMBELAAN DAN NASEHAT TERHADAP KAUM MUSLIMIN DI PALESTINA

17 01 2009

new1a

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن واله وأشهد أن لاإله الا الله وحده لاشريك وله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ….

Bertolak dari sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam :

(( الدين النصيحة .. قلنا لمن .. قال لله ولرسله ولكتبه ولائمة المسلمين وعامتهم )) رواه مسلم من حديث تميم الداري

“Agama adalah nasehat. Para shahabat bertanya, ‘Untuk siapa wahai Rasulullah?’ beliau menjawab : “Untuk Allah, Rasul-Nya, Kitab-Nya, dan untuk para pimpinan kaum muslimin serta keumuman mereka.” [HR. Muslim dari shahabat Tamim Ad-Dari]

Baca entri selengkapnya »





Kesesatannya Jamaah Tabligh..!!

10 01 2009

Sesatkah Jamaah Tabligh?
Penulis: Al Ustadz Muhammad Ali Ismah Al Medani

Bagi seorang yang ingin mengetahui kesesatan sebuah paham atau kelompok hendaknya dia mengetahui terlebih dahulu mana pemahaman yang benar dan mana pemahaman yang salah. Banyak kita saksikan seseorang kebingungan bila dia mendengar atau membaca pernyataan bahwa : Ini adalah pemahaman yang sesat dan itu adalah pemahaman yang menyeleweng! Mengapa dia bingung. Hal itu terjadi tidak lain karena dia belum mengetahui perkara yang benar dan yang salah. Kebingungan ini tidak hanya melanda orang awam saja. Akan tetapi para pelajar, mahasiswa, dan kalangan intelek pun mengalami hal yang sama. Untuk itu sudah seharusnya seorang itu terlebih dahulu mengetahui kebenaran sehingga bila diajak berbicara tentang firqah-firqah sesat semacam syi’ah, mu’tazilah, jahmiyah, dan lain-lainnya tidak akan merasa heran. Begitu juga berkaitan dengan tema yang akan kita angkat kali ini tentang jamaah tabligh. Sudah semestinya seorang Muslim mempelajari kebenaran yang terdapat pada manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dan bagaimana sikapnya terhadap jamaah ini.

Sesatkah Jamaah Tabligh?
Tidak diragukan lagi bahwa jamaah tabligh adalah suatu kelompok dakwah yang telah menyebar kemana-mana. Tapi sebenarnya bagaimana jamaah ini bila dilihat dengan kacamata ajaran Islam. Kalau kita menengok sejarahnya, jamaah ini dirintis oleh Muhammad Ilyas Ad Diyobandi Al Jisti Al Kandahlawi kemudian Ad Dahlawi. Dia adalah pendiri jamaah tabligh di India. Dia pula yang merancang dan merumuskan ushulus sittah (enam dasar) ajaran jamaah tabligh. Ini dengan isyarat gurunya, Rasyid Ahmad Kankuhi Ad Diobandi Al Jisti An Naqsyabandi dan Asyraf Ali At Tanuhi Ad Diobandi Al Jisti. (Lihat Al Qaulul Baligh fit Tahdzir min Jama’atit Tabligh oleh Syaikh Hamud At Tuwaijiri halaman 24).

Kemudian dilanjutkan gerakan ini oleh anaknya, Yusuf. Dan pimpinan mereka sekarang adalah In’amul Hasan. (Halaman 7) Jamaah ini dibangun di atas empat jenis tarekat sufi : Jistiyah, Qadiriyah, Sahrawardiyah, dan Naqsyabandiyah. Di atas empat tarekat sufi inilah In’amul Hasan membaiat para pengikutnya yang telah dianggap pantas untuk dibaiat. (Halaman 7-8). Dari sini telah nampak jamaah tabligh tidaklah mendasarkan pemahamannya kepada pemahaman Salaf Shalih sebagai dasar pemahamannya pasti sesat. Dan berikut ini kita akan mendapatkan bukti nyata kesesatan mereka. Penampilan zuhud jamaah tabligh telah menipu sebagian besar kaum Muslimin sehingga ketika ada orang yang menyatakan bahwa mereka adalah kelompok yang sesat tiba-tiba terkejut sambil berkata : “Apakah orang-orang yang zuhud seperti itu sesat dan salah.!” Rupanya, orang-orang seperti ini tidak paham pokok dan dasar Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam menilai sesat atau tidaknya suatu kelompok tertentu. Mereka mengukur baik dan buruk hanya dari segi penampilan luar tanpa melihat bagaimana keadaan dalamnya.

Para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah orang yang arif dan bijaksana. Mereka menghukumi kelompok atau perorangan tidaklah berdasarkan hawa nafsu atau karena sakit hati tetapi dengan ilmu dan bukti-bukti otentik yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan semua makhluk. Berapa banyak orang-orang sufi yang berpenampilan sederhana dan zuhud tidak luput dari kritikan dan kecaman pedas dari para ulama. Mereka bisa menipu orang awam tapi jangan harap bisa menipu ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Ahli Tarikh Islam, Al Imam Al Hafidh Adz Dzahabi mengomentari tertipunya Al Manshur, seorang khalifah Bani Abbasiyah karena ulah seorang tokoh mu’tazilah, ‘Amr bin ‘Ubaid. Khalifah bersyair :
Semua kalian berjalan dengan perlahan-lahan
Semua kalian memburu buruannya
Kecuali ‘Amr bin ‘Ubaid

Imam Adz Dzahabi berkata : “Dia (Manshur) tertipu dengan kezuhudan dan lagak keikhlasannya hingga dia melupakan kebid’ahannya.” (Lihat Siyar A’lamin Nubala 6/105 dan Naqdur Rijal karya Syaikh Rabi’ halaman 12)

Ushulus Sittah
“Jamaah ini memiliki manhaj yang dijadikan dasar sebagai tempat rujukan yang dinamakan Ushulus Sittah (enam dasar), Ushulus Sittah tersebut berisi :
1. Merealisasikan kalimat thayibah Laa Ilaha Illallah Muhammadar Rasulullah.
2. Shalat dengan khusyu’ dan khudhu’ (penuh ketundukan).
3. Ilmu dan dzikir.
4. Memuliakan kaum Muslimin.
5. Memperbaiki niat dan mengikhlaskannya.
6. Keluar (khuruj) di jalan Allah.

Perhatikanlah wahai para pembaca yang budiman terhadap Ushulus Sittah ini. Kemudian kita lihat apakah mereka berada di atas manhaj yang benar dalam memahami, mempraktikkan, dan mendakwahkan dasar-dasar ini. Sebelum kita membicarakannya, Anda harus mengetahui terlebih dahulu bahwa Ushulus Sittah ini memiliki Kalimat Rahasia. Jika Anda telah mengenalinya akan bisa –dengan ijin Allah– memahami semua pendapat dan gerakan jamaah ini dengan mengembalikan semua ucapan dan perbuatan tersebut kepada Kalimat Rahasia ini. Kalimat Rahasia itu adalah segala sesuatu yang menyebabkan lari atau berselisih antara dua orang maka harus diputus dan dilenyapkan dari manhaj jamaah ini.

Sekarang mari bersama saya membahas dasar yang pertama jamaah ini, yaitu merealisasikan dua kalimat syahadat. Apakah Anda telah mengetahui cara merealisasikan dua kalimat syahadat di atas.

Realisasi dua kalimat syahadat itu adalah dengan cara mewujudkan tiga jenis tauhid, Tauhid Uluhiyah, Rububiyah, dan Asma’ was Sifat. Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alus Syaikh rahmatullah ‘alaihi mengatakan dalam Kitab Fathul Majid halaman 84 :

“Ucapan beliau, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab : ‘Bab Siapa Yang Merealisasikan Tauhid Akan Masuk Surga Tanpa Dihisab. Yaitu tanpa diadzab.’ Saya (Syaikh Abdurrahman) katakan : Merealisasikannya adalah (dengan cara) memurnikan dan membersihkannya dari noda-noda syirik, kebid’ahan, dan kemaksiatan.” Setelah kita memahami makna kalimat tauhid di atas dan Kalimat Rahasia yang ada pada mereka baiklah sekarang kita lihat realisasinya pada jamaah ini. Mereka merealisasikan kalimat ini dengan hanya berbicara sekitar tauhid Rububiyah saja. Mengapa demikian. Karena hal itu tidak sampai menyebabkan terjadinya perpecahan, membuat orang lari, dan berselisih antara dua orang Muslim.

Adapun kalau berbicara tentang tauhid Al Asma’ was Shifat maka akan menyebabkan terjadinya perpecahan, membuat orang lari, dan perselisihan karena di sana ada kelompok asy’ariyah, maturidiyah, jahmiyah, hululiyah, ittihadiyah, dan Salafiyah. Mereka semua berbeda dalam masalah ini. Dan dasar yang dijalani oleh jamaah tabligh dalam Kalimat Rahasia ini bahwa sesuatu yang akan menyebabkan orang lari, perselisihan, dan perpecahan antara dua orang maka harus dibuang dan ditiadakan dari manhaj jamaah ini.

Demikian juga jenis ketiga dari bagian tauhid, yaitu tauhid Uluhiyah maka pembicaraan dalam masalah ini diputus dan ditiadakan karena akan menyebabkan terjadinya perpecahan dan perselisihan karena nanti ada yang Salafi dan ada yang khalafi quburi. Yang pertama (Salafi, pent.) tidak membolehkan seseorang bepergian ke kuburan, shalat di sisinya, (shalat) ke arahnya, thawaf di situ, tawassul dengan orang-orang shalih, istighatsah kepada mereka, dan seterusnya. Berbeda dengan yang kedua (khalafi quburi, pent.), semua hal tadi boleh bahkan yang kita sebutkan tadi adalah intisari agama mereka.

Oleh karena itu wahai saudaraku yang mulia, jika ada di antara mereka yang menerangkan dasar ini tidaklah mereka mengatakan kecuali segala puji bagi Allah yang telah menciptakan kita, memberi rizki kepada kita, memberi nikmat kepada kita, dan seterusnya yang berkaitan dengan tauhid Rububiyah saja. Kita telah mengetahui bahwa yang namanya ilmu adalah firman Allah, sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, serta ucapan para shahabat, apakah dalam bidang aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, dan yang lainnya. Mereka menyatakan ilmu itu ada dua, ilmu fadha’il yang berasal dari mereka dan ilmu masa’il yang berasal dari para ulama yang berada di setiap negeri. Setiap orang yang khuruj (keluar berdakwah) bersama mereka hendaknya mengambil (ilmu masa’il) tersebut dari para ulama di negeri masing-masing.

Apakah Anda telah memperhatikan pembagian ini. Dan mengapa mereka membolehkan seseorang berbicara tentang ilmu fadha’il dan melarang berbicara ilmu masa’il bahkan menganjurkan orang yang khuruj bersama mereka untuk mengambil ilmu tersebut dari para ulama di negeri masing-masing. Karena ilmu yang pertama (fadha’il) tidak menimbulkan perpecahan dan perselisihan, berbeda dengan yang kedua yang akan menimbulkan perpecahan.

Dalam perkara amar ma’ruf nahi munkar mereka juga menggunakan senjata Kalimat Rahasia ini. Mestinya amar ma’ruf nahi munkar itu diterapkan dalam semua perkara akan tetapi mereka menerapkannya dalam perkara yang sekiranya tidak menimbulkan perpecahan. Lalu bagaimana mereka mempraktikkannya. Maka jawabnya dengan cara pemaparan, yaitu mereka memaparkan hadits-hadits dan ayat-ayat yang berisi anjuran untuk melaksanakan perbuatan itu atau meninggalkan perbuatan yang dilakukannya tanpa menembus sisi aqidah. Mereka akan mengatakan kepada orang yang meninggalkan shalat –misalnya– :[ “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al Mukminun : 12) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam besabda : “Tidaklah setiap hamba Muslim shalat untuk Allah di setiap harinya dua belas rakaat tathawwu’ bukan fardlu kecuali Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di Surga.” Ini keutamaan shalat yang sunnah maka bagaimana dengan yang fardlu. ]

Oleh karena itu bila ada orang yang bermaksiat ikut khuruj (keluar) bersama mereka ingin merokok maka mereka membolehkannya bahkan membelikan rokok untuknya. Demikian juga peminum arak mereka akan membawakan botolnya. Dan kalau orang itu ingin mencukur jenggotnya mereka akan berikan pisau cukur untuknya atau mereka akan membawanya ke tukang cukur. Mungkin Anda akan berkata : “Ini hanyalah hal-hal yang dilebih-lebihkan saja.” Maka saya katakan : “Semoga Allah memberi hidayah kepadaku dan kepada Anda.” Cerita tidak sama dengan orang yang menyaksikan. Lihatlah buku-buku yang mengkritik mereka, Anda akan dapati perkara yang lebih aneh lagi.

Ketahuilah, mereka memiliki dua pertemuan rutin di malam Selasa dan Rabu. Pertemuan pertama untuk orang-orang yang pulang dari khuruj. Pada pertemuan pertama dihadirkan di hadapan mereka orang-orang yang ingin diberi semangat untuk khuruj bersama mereka atau untuk mempengaruhi mereka. Pertemuan kedua untuk menata khuruj pada waktu Ashar di hari Rabu. Amir pertemuan berkata kepada salah seorang yang telah khuruj –agar yang baru dan para pendengar mengetahui– : “Berapa hari Anda khuruj.” Yang khuruj menjawab: “Saya khuruj selama 4 bulan di jalan Allah.” Sang amir berkata : “Masya Allah! Di mana Anda habiskan semua waktu Anda itu.” Yang khuruj menjawab : “10 hari di negeri-negeri Teluk, 20 hari di belantara Afrika, 1 bulan di Eropa, 1 bulan di Amerika Selatan, 1 bulan di Asia Timur, India, dan Pakistan.” Maka sang amir pertemuan berkata (perhatikan ucapannya) : “Masya Allah! Anda adalah dai dan ketahuilah dai itu seperti awan yang datang ke bumi turun berupa air hujan kemudian menyirami mereka. Berbeda dengan ulama, mereka itu ibarat sumur, jika Anda merasa haus Anda harus menempuh perjalanan sejauh 1 mil untuk mendatangi sumur itu maka Anda akan mati dulu sebelum sampai ke sumur tersebut. Bahkan mungkin Anda tidak bisa minum karena timba yang digunakan untuk mengambilnya tidak ada. Dan kalau Anda ingin minum maka Anda harus datang ke pinggir sumur kemudian menimba dulu baru engkau bisa minum.”

Apakah Anda merasa tergugah –seperti tergugahnya para pendengar cerita itu– yang lebih memuliakan dai dari orang yang alim! Maka akibat dari cerita ini jika salah seorang di antara mereka ingin duduk menuntut ilmu, diceritakanlah kisah ini maka akhirnya diapun ingin menjadi awan saja daripada menjadi sumur! Agar Anda tidak kebingungan setelah membaca kisah ini maka harus diterangkan di sini kekeliruannya. Saya katakan –dengan mengharapkan bimbingan Allah– : Ketahuilah –semoga Allah membimbing kita kepada jalan-jalan kebaikan– bahwa awan yang turun berupa hujan tidaklah menumbuhkan kecuali rerumputan untuk pakan ternak pada umumnya dan hanya menumbuhkan rumput yang bersifat musiman. Bahkan kalau hujan itu turunnya di bumi yang gersang atau tidak pada musimnya, tidak bermanfaat. Dan kadang-kadang awan itu membawa kerusakan dan menimbulkan kehancuran. Berbeda halnya dengan air sumur, dia bisa dijadikan air minunm dan untuk bercocok tanam. Dan biasanya daerah yang ada sumurnya kehidupan di sana lebih bertahan lama karena penduduknya bisa bercocok tanam, minum, memanen hasil tanamannya, dan seterusnya. Dan keberadaan sumur bisa memberi manfaat bagi orang yang tinggal di situ dan bagi orang yang lewat apakah untuk diri mereka, tunggangan mereka, untuk tanaman mereka, dan perbekalan mereka dengan cara disimpan dalam bejana-bejana. Sumur, setiap saat airnya bersih, jernih, dan harum, apakah Anda berpikir untuk meninggalkannya.

Ada kisah lain, mudah-mudahan semakin memperjelas kesesatan jamaah ini. Diceritakan di hadapan para pemula yang ingin menuntut ilmu syar’i bahwa salah seorang di antara mereka berkata : [ “Kemana Anda akan pergi wahai fulan.” Maka yang lain akan menjawab : “Aku akan pergi belajar.” Kemudian orang yang pertama tadi berkata : “Untuk apa.” Yang lain berkata : “Agar aku mengetahui perkara yang halal dan haram.” Yang pertama berkata : “Subhanallah, Anda tidak tahu perkara yang halal dan haram.! Apakah anda tidak mendengar bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Mintalah fatwa kepada hatimu meskipun banyak orang yang memberi fatwa kepadamu.’ Subhanallah, sampai sekarang engkau tidak mengetahui perkara yang halal dan yang haram padahal banyak binatang yang mengerti tentang itu. Apakah Anda tidak melihat kucing ketika Anda letakkan makanan di suatu tempat kemudian Anda pergi dan kembali lagi sebentar setelah itu maka Anda akan lihat dia memakannya dan ketika melihatmu dia akan lari. Berbeda dengan kalau Anda duduk di atas kursi makanmu kemudian Anda letakkan di sebelahmu sesuatu makanan maka dia akan makan dengan tenang di sebelahmu. Pada kasus yang pertama kucing itu tahu bahwa dia terjatuh ke dalam perbuatan yang haram oleh karena itu dia lari. Dan pada kasus yang kedua, dia tahu bahwa makanan yang didapatkannya halal oleh karena itu dia makan bersamamu dengan tenang. Wahai saudaraku, akal kaum Mukminin bisa membedakan mana yang halal dan mana yang haram! Oleh karena itu mintalah fatwa kepada hatimu walau banyak orang yang memberi fatwa kepadamu.!” ]

Maka wahai saudaraku, apakah Anda setuju dengan permisalan seperti itu. Tentunya bagi seorang Muslim dalam menentukan perkara halal/haram dan perkara lain dalam urusan agama ini harus bersandar kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Sebab kalau masing-masing orang diberikan kebebasan menentukan urusan agama ini sekehendaknya sendiri niscaya akan rusak agama yang mulia ini. Adapun perkara minta fatwa kepada hati dalam menentukan suatu permasalahan, hal ini kadang-kadang bisa diterapkan dalam hal-hal yang memang belum jelas urusannya dalam agama ini. Dan tentunya syaratnya dia harus seorang rasikh (mendalam) ilmunya dalam Dien ini dan tidak dikhawatirkan hawa nafsu mempengaruhinya. Diceritakan bahwa salah seorang tabligh berbicara memberikan semangat kepada para pendengarnya untuk khuruj bersama mereka dengan meninggalkan anak, istri, keluarga, harta, negeri, dan lain-lainnya : “Wahai saudaraku, jika Anda meletakkan gula ke dalam gelas teh kemudian Anda tuangkan air dan Anda minum tanpa mengaduk gulanya maka Anda tidak akan merasakan manisnya gula. Dan jika Anda aduk maka akan merasakan manisnya gula. Demikian halnya dengan iman di dalam hati setiap manusia. Iman itu ada dan tidak akan bisa dirasakan manisnya oleh pemiliknya kecuali setelah mengaduknya dengan bergabung dan khuruj bersama jamaah ini.” Saya beranggapan, Anda akan segera membantah kisah ini dengan berkata : “Subhanallah! Jadi iman itu ada di setiap hati manusia.! Hingga di hati-hati orang munafik, kafir, dan murtad!” Dan barangkali Anda akan berkata pula : “Subhanallah! Jadi para ulama, penuntut ilmu, dai, orang awam dari kalangan pria dan wanita tidak akan merasakan manisnya iman bila tidak ikut khuruj dengan kalian.!” Mungkin Anda akan juga berkata : “Subhanallah! Bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

‘Tiga perkara, barangsiapa ada pada dirinya tiga perkara itu akan merasakan manisnya iman : Menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya, dia mencintai seseorang karena Allah, dan dia benci kembali kepada kekufuran setelah dia diselamatkan Allah darinya sebagaimana dia benci kalau dilemparkan ke dalam neraka.’ (HR. Muslim 1/66)

Terakhir akan saya tutup dengan sebuah kisah bagaimana mereka mempermainkan syariat dan akal para pendengarnya. Amir khuruj membagi kelompoknya pada hari Kamis pagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama, tinggal di masjid membuat halaqah dzikir yang terus berkelanjutan hingga semua kelompok pulang. Kelompok kedua menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3 orang lebih. Tugasnya mengetuk pintu-pintu rumah yang berdekatan dengan masjid dan mengajak mereka untuk hadir dan bergabung dalam kegiatan jamaah ini dan agar mereka menghadiri bayan (penjelasan) yang diadakan setelah Maghrib sampai Isya’. Dan sebelum semuanya berpencar sang amir menceritakan kepada mereka kisah-kisah untuk memberi pelajaran kepada mereka maka dia berkata : “Pernah pada suatu saat sebuah kelompok ke suatu daerah. Setelah mereka dibagi menjadi 2 kelompok berdiamlah kelompok pertama dalam masjid. Dan kelompok kedua keluar mengetuk pintu-pintu rumah. Setiap kali mereka mengetuk pintu, mereka tidak mendapati jawaban yang menyenangkan dan sambutan yang baik. Tetapi mereka terus mengetuk pintu-pintu rumah dan tetap saja tidak disambut dengan baik. Maka ada di antara mereka yang berkata : ‘Periksalah iman kalian, wahai teman-teman!’ Maka merekapun memeriksa iman mereka tapi mereka tidak mendapati cacat (!). Maka salah seorang mereka berkata : ‘Mungkin teman-teman kita yang kita tinggalkan di masjid lalai berdzikir kepada Allah.’ Maka mereka berkata : ‘Marilah kita lihat mereka!’ Maka ternyata mereka dapati teman-teman mereka yang ada di masjid lalai berdzikir kepada Allah. Saudaraku, apa yang terasa di dalam dirimu kalau engkau khuruj bersama mereka kemudian mereka menjadikanmu di halaqah masjid apakah Anda ketika mendengar kisah ini akan lalai dari dzikir kepada Allah. Atau engkau akan berusaha dengan keras agar Allah memberi taufiq kepada teman-temanmu yang di luar hingga mereka membawa hasil.”

Tidak diragukan lagi, inilah terjadi. Terlebih lagi jika si tablighi tadi menyandarkan perbuatannya itu dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa :

“Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah dari beberapa rumah Allah (masjid), membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka kecuali akan turun sakinah (ketenangan) kepada mereka. Dan mereka akan diliputi rahmat, dinaungi malaikat, dan disebut-sebut Allah pada hamba-hamba yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim 4/2074)

Maka menurut mereka, penghuni masjid seperti sumber listrik dan kelompok kedua seperti lampu. Bila bergerak sumber listrik mereka akan hidup. Dan kalau tidak bergerak lampunya akan mati.  Apakah Anda pernah mendengar permisalan seperti ini dan apakah Anda pernah melihat cara berdalil seperti ini! (Quthbiyah oleh Abu Ibrahim halaman 4-12)

Kitab Rujukan Jamaah Tabligh

Syaikh Tuwaijiri berkata : “Kitab yang paling top di kalangan tabligh adalah kitab Tablighin Nishshab yang dikarang oleh salah seorang tokoh mereka yang bernama Muhammad Zakaria Al Kandahlawi. Mereka sangat mengagungkan kitab ini sebagaimana Ahlus Sunnah wal Jamaah mengagungkan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta kitab hadits lain.

Para tablighi (orang tabligh) menjadikan kitab ini sebagai rujukan dan pegangan bagi orang India dan Ajam yang mengikuti mereka. Di dalam kitab ini (Tablighin Nishshab) berisi kesyirikan-kesyirikan, bid’ah-bid’ah, khurafat-khurafat, dan hadits-hadits yang palsu dan lemah yang banyak sekali. Kitab ini sebenarnya adalah kitab yang jelek dan jahat serta sarat dengan fitnah dan kesesatan. Orang-orang tabligh menjadikannya sebagai rujukan untuk menyebarkan kebid’ahan-kebid’ahan dan kesesatan mereka, melariskannya, dan memperindahnya kepada orang-orang yang bodoh yang mereka (orang-orang tabligh -red) lebih sesat dari binatang ternak … .

Dan termasuk juga yang mereka perindah adalah dengan mewajibkan ziarah ke kubur Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam setelah haji. Padahal dalam perkara itu hanya bersandar dengan hadits-hadits yang palsu. Dan orang tabligh memiliki kitab lain yang mereka jadikan sebagai pegangan dan rujukan para pengikut mereka dari kalangan Ajam, India, dan selainnya yaitu kitab yang bernama Hayatush Shahabah karya Muhammad Yusuf Al Kandahlawi. Kitab ini juga sarat dengan hadits-hadits yang palsu dan lemah. Dan ini termasuk kitab yang jahat, sesat, dan berisi fitnah.” (Lihat Al Qaulul Baligh halaman 11-12)

Dinukil dari:

www.assunnah.cjb.net/

www.darussalaf.or.id/